Oleh Abdul
Aziz Rasjid
-- Esai ini
dipublikasikan pertama kali di SKH Kedaulatan Rakyat, Minggu 20 Mei 2012.
Lembar Budaya Kolom Catatan Budaya
Tidak
selamanya teknologi dan perkembangan sains merampas kemanusiaan. Internet
sebagai fitur paling pupuler di dunia gadget yang tergenggam dalam smart-phone,
Ipad atau yang ditatap di depan layar netbook telah memberi kemampuan dan
kemudahan pada banyak orang yang memiliki minat bersama untuk saling menemukan
dan berkomunikasi. Bagai jamur di musim penghujan, kini bermunculan grup-grup
berbasis kesusastraan di jejaring sosial semisal facebook ataupun blog.
Dalam grup ini agenda-agenda sastra diumumkan, karya-karya sastra
dipublikasikan, wacana sastra saling didiskusikan tanpa harus saling bertatap
muka cukup memainkan jari di tombol-tombol gadget.
Di Banyumas,
beberapa orang yang memiliki minat pada sastra membentuk grup-grup semacam itu
di dunia maya. Sekadar menyebut beberapa contoh: ada Komunitas Pilar Penyair
yang berisi anak-anak muda dari STAIN Purwokerto yang tekun menulis karya
sastra, ada Pendhapa Sastra Jawa & Banyumasan yang memiliki minat
membicarakan cerita cekak, geguritan dan esai sastra Jawa, ada juga Sanggar
Sastra Wedang Kendhi yang memaksimalkan grup sebagai media untuk mengundang
beberapa penulis agar mempublikasikan karyanya dalam bulletin yang mereka
kelola. Kehadiran grup-grup ini setidaknya menandakan bahwa sastra kini tak
hanya hadir di ruang sunyi tapi juga berbaur di dunia gadget yang penuh hiruk
pikuk pergantian informasi tiap detiknya.
Keberagaman
grup sastra Banyumas di dunia gadget juga semakin menarik dengan kehadiran Penamas
yang merupakan akronim dari Para Penulis Muda Banyumas. Berbeda dengan beberapa
grup yang saya sebut di atas, Penamas sebagai suatu perkumpulan memiliki
struktur yang jelas, program-program kerja terencana yang disatukan oleh motto
bersama yang berbunyi begini: “Menampakkan sikap optimis dan solidaritas yaitu
mencoba bersama, membangun jiwa kepenulisan, mengasah talenta, mencipta karya
dan menyerukan kebangkitan penulis muda Banyumas”.
Membaca dokumen-dokumen
Penamas yang dipublikasikan di grup facebook, kita dapat mengetahui
adanya pembagian peran dan posisi secara terinci yaitu penasihat yang terdiri
dari Setijanto Salim dan Ronggo Sujali; Pengurus yang diketuai Agus Pribadi,
dan beberapa nama anggota yang tercatat berjumlah lebih dari 20 orang. Sedang
dokumen yang lain berisi acara mingguan untuk bedah cerpen juga agenda untuk
mengantologikan cerpen dan cerita cekak yang mengangkat tema sosial budaya
Banyumas.
Tak cukup
puas berkarya di dunia maya, Penamas telah memproduksi buku antologi
cerita pendek bertajuk Balada Seorang Lengger (LeutikaPrio, 2011). Buku
yang telah diedarkan sejak awal tahun 2012 ini, memuat 19 cerpen dari 19
penulis yang berbeda usia, profesi, tempat tinggal namun jika kita mengamati
kata penutup yang ditulis oleh Setijanto Salim selaku penasihat terinformasikan
bahwa kebanyakan dari para penulis ini adalah alumnus Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman yang memiliki ketertarikan pada sastra dan dunia
tulis menulis.
Ahmad Tohari
penulis Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang didapuk menulis kata pengantar
untuk buku Balada Seorang Lengger mengatakan bahwa kekuatan buku ini
memang berada pada ciri khasnya yang mengangkat kelokalan Banyumas. Dalam
pembacaan terhadap karya-karya yang termuat dalam buku ini. Ahmad Tohari juga
menggaris bawahi bahwa ada ciri umum pada 19 cerpen yang memperlihatkan
kelemahan tekstual yaitu narasi yang belum tergorganisasi secara optimal,
kurang padat, juga ending yang terkesan tergesa dan gagap. Tapi Ahmad
Tohari percaya, segala kekurangan tersebut akan terselesaikan jika para penulis
tekun dan sabar berproses sampai menuju kematangan.
Kekurangan
ini memang dapat dimengerti dan dimaklumi karena para penulis yang
menyumbangkan karyanya dalam buku ini dengan rendah hati mengakui bahwa mereka
masih muda pengalaman dalam aktivitas tulis menulis. Kita pun tahu, internet
sebagai fitur dunia gadget telah menjadi alternatif ruang apresiasi karya
sastra di luar industri media cetak dan industri penerbitan mapan. Tapi,
internet yang bersifat bebas itu memang berpotensi untuk dimasuki siapapun dari
kalangan apapun, dan tak menutup kemungkinan sesiapun dapat beridentitas anonim
juga palsu dapat memberi apresiasi, sanjungan maupun kritikan entah dalam sifat
santun atau sebaliknya. Dunia gadget yang hiruk pikuk itu memang membutuhkan
sikap kerendah hatian sebagai modal agar tak mudah jumawa ketika suatu karya
mendapat sanjungan atau sebaliknya mudah berkobar amarah jika dipojokkan oleh
kritikan.
BIODATA PENULIS
Abdul Aziz
Rasjid, aktif
menulis esai dan kritik sastra. Beberapa tulisannya dimuat di majalah BASIS,
Littera (Taman Budaya Jawa Tengah), koran Jawa Pos, Kompas,
Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Minggu Pagi, Radar Tasikmalaya, Radar
Banyumas, Suara Karya, Suara Merdeka, Seputar Indonesia, Jurnal
Yin-Yang, Buletin Sastra Pawon, Sastra Digital, Horison online dan
lain-lain. Di samping itu, esai dan kritiknya juga terhimpun dalam antologi
bersama semisal kumpulan esai Kahlil Gibran di Indonesia (editor: Eka
Budianta, Ruas, 2010), juga menulis kata pengantar maupun penutup buku sastra,
semisal buku sajak Yang, Kumpulan Sajak 2003-2010 (Abdul Wachid
B.S., Cinta Buku, 2011), buku sajak Ulang Tahun Hujan (Teguh Trianton,
Beranda Budaya, 2012), buku sajak Pilarisme (2012), buku cerpen Lelaki
yang Dibeli (Gusrianto, dkk, Buku Litera, 2011). Ia tercatat sebagai
Pemenang III Sayembara Esai Sastra Bulan Bahasa 2010, Pusat Bahasa Kementerian
Pendidikan Nasional dan pernah diundang dalam beberapa gelaran sastra, semisal:
Sarasehan sastra “Perjuangan sastra melawan Krisis” yang diadakan oleh Dewan
Kesenian Jawa Tengah (2009) dan diundang oleh Kedubes Libanon dalam “In memory
of the birthday of Kahlil Gibran (1883-1931) and his imense
contribution to the Indonesian literature” (2010). Latar belakang akademis di
bidang psikologi diperolehnya dari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. Kini menjadi pengajar di Sekolah Kepenulisan STAIN Press Purwokerto
(2010-2012), bergiat di Komunitas Sastra Beranda Budaya, hidup bahagia di
Dukuhwaluh, merawat kura-kura ―Hermes & Rema― dan menekuni hobi bermain Football
Manajer dan Pro Evolution Soccer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar