Menulis sebuah cerita
pendek dengan bahasa lokal membutuhkan ketelatenan. Sebuah komunitas, Para
Penulis Muda Banyumas (Penamas), telah membuktikan hal itu.
Mereka meluncurkan buku
kumpulan cerita cekak (pendek) Banyumasan berjudul Iwak Genderuwo pada April
lalu, kemudian dibedah Minggu (18/5) di aula salah satu media lokal Banyumas,
Minggu (18/5). Setelah sukses dengan peluncuran antologi cerpen Balada Seorang Lengger (2011) dan
antologi kedua Cindaga, (2012).
Pada bedah cerkak ini, anggota
Penamas menyebut antologi tersebut benar-benar berbeda dari kumpulan cerpen
sebelumnya yang dituliskan dalam bahasa Indonesia. Pada cerkak ini, semua
cerpen menggunakan bahasa Banyumas dengan beberapa logat yang kental dengan
gaya penulis masing-masing.
Berisi
22 Cerpen
“Buku ini bisa menjadi
pengobat rindu bagi siapapun yang pernah tinggal atau bahkan hanya sekadar
singgah di Banyumas. Banyumas yang kental dengan mendoan, getuk goreng, dan
bahasa penginyongan, mempunyai daya tarik tersendiri,” kata sastrawan Agustav
Triono, di sela-sela bedah buku.
Dia mengatakan,
kumpulan cerpen yang ditulis 14 sastrawan dan berisi 22 karya cerpen berbahasa
Banyumas tersebut merupakan pemicu awal kreativitas penulis muda di Banyumas. Dalam
sejarahnya, Ahmad Tohari telah menorehkan pena dalam percaturan sastra. “Ke
depan kita butuh penulis baru yang lebih kompeten dan mumpuni dari Ahmad
Tohari,” ujarnya.
Judul cerkak (cerita
cekak) berbahasa Banyumas itu, antara lain ‘Bengketan Klari’ (Ronggo Sujali), ‘Pongpoke
Kang Kitam’ (Ronggo Sujali), ‘Sewise Grubugan’ (Ki Ali), ‘Umahku Nangis (Agus
Pribadi), ‘Kardun Melu Kepungan’ (Ki
Ali), ‘Dina Setu Paing’ (Agustav Triono), ‘Kakine’ (Singgih Swasono. Seluruhnya
ditulis oleh 14 penulis muda anggota Penamas, yang masing-masing mengangkat
cerita berlatar belakang Banyumas.
Terkait peluncuran
cerkak ini, pegiat Teater Tubuh, Bambang Wadoro, menilai, perlu ada upaya pembakuan
bahasa daerah guna menyelamatkan dialek lokal. Sebab, meski hanya sebagai
subbahasa Jawa, dialek Banyumas memiliki keunikan tersendiri yang tidak
dimiliki subbahasa lain.
(Suara Merdeka, 22 Mei
2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar