Kamis, 22 Mei 2014

“Iwak Gendruwo”, Buku Pengobat Rindu




Menulis sebuah cerita pendek dengan bahasa lokal membutuhkan ketelatenan. Sebuah komunitas, Para Penulis Muda Banyumas (Penamas), telah membuktikan hal itu.
Mereka meluncurkan buku kumpulan cerita cekak (pendek) Banyumasan berjudul Iwak Genderuwo pada April lalu, kemudian dibedah Minggu (18/5) di aula salah satu media lokal Banyumas, Minggu (18/5). Setelah sukses dengan peluncuran antologi cerpen Balada Seorang Lengger (2011) dan antologi kedua Cindaga, (2012).
Pada bedah cerkak ini, anggota Penamas menyebut antologi tersebut benar-benar berbeda dari kumpulan cerpen sebelumnya yang dituliskan dalam bahasa Indonesia. Pada cerkak ini, semua cerpen menggunakan bahasa Banyumas dengan beberapa logat yang kental dengan gaya penulis masing-masing.
Berisi 22 Cerpen
“Buku ini bisa menjadi pengobat rindu bagi siapapun yang pernah tinggal atau bahkan hanya sekadar singgah di Banyumas. Banyumas yang kental dengan mendoan, getuk goreng, dan bahasa penginyongan, mempunyai daya tarik tersendiri,” kata sastrawan Agustav Triono, di sela-sela bedah buku.
Dia mengatakan, kumpulan cerpen yang ditulis 14 sastrawan dan berisi 22 karya cerpen berbahasa Banyumas tersebut merupakan pemicu awal kreativitas penulis muda di Banyumas. Dalam sejarahnya, Ahmad Tohari telah menorehkan pena dalam percaturan sastra. “Ke depan kita butuh penulis baru yang lebih kompeten dan mumpuni dari Ahmad Tohari,” ujarnya.
Judul cerkak (cerita cekak) berbahasa Banyumas itu, antara lain ‘Bengketan Klari’ (Ronggo Sujali), ‘Pongpoke Kang Kitam’ (Ronggo Sujali), ‘Sewise Grubugan’ (Ki Ali), ‘Umahku Nangis (Agus Pribadi),  ‘Kardun Melu Kepungan’ (Ki Ali), ‘Dina Setu Paing’ (Agustav Triono), ‘Kakine’ (Singgih Swasono. Seluruhnya ditulis oleh 14 penulis muda anggota Penamas, yang masing-masing mengangkat cerita berlatar belakang Banyumas.
Terkait peluncuran cerkak ini, pegiat Teater Tubuh, Bambang Wadoro, menilai, perlu ada upaya pembakuan bahasa daerah guna menyelamatkan dialek lokal. Sebab, meski hanya sebagai subbahasa Jawa, dialek Banyumas memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki subbahasa lain.
(Suara Merdeka, 22 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar