Cerpen Lejar Pribadi
"Wahai nona, keluarlah sebentar. Jangan kau sembunyikan wajah ayumu. Yang telah menawan begitu banyak hati anak manusia. Burung-burung yang beterbangan, bunga-bunga mawar yang bermekaran. Terlalu sayang untuk engkau lewatkan."
"Tidak. Aku tidak mau," terdengar suara yang merdu dari dalam puri. Yang berdiri megah bak hunian seorang putri atau bahkan bidadari. Puri itu dihuni oleh seorang gadis yang sejak beberapa tahun mengurung diri di dalamnya.
"Mengapa? Apa ada yang membuatmu takut?" tanya suara dari luar puri. Dialah seorang pemuda yang sedang membujuknya untuk turun. Menikmati hidup yang indah ini.
***
"Apakah ada yang ingin menyakitimu? Turunlah! Aku akan menjagamu dengan sepenuh tetesan darahku. Dan seluruh tarikan nafasku.
"Bisakah kau melindungiku dari matahari dan rembulah?"
"Aku akan memayungimu agar panas sang surya tak membakar kulitmu."
"Bilamanakah kau melindungiku dari rembulan?"
"Mengapakah rembulan? Ia lembut menyinari kegelapan malam. Ataukah rembulan akan mengubahmu menjadi seekor serigala? Dan senantiasa mencari mangsa untuk dihisap darahnya? Jikalau demikian, aku akan mendekapmu acapkali rembulan datang. Dan aku rela untuk kau hisap darahku."
"Aku tak pernah takut dengan matahari yang menyengat. Atau rembulan yang akan mengubahku menjadi makhluk menyeramkan penghisap darah."
"Jikalau demikian, mengapa kau harus berlindung dari matahari dan rembulan?"
"Matahari, rembulan, lampu, cahaya-cahaya, aku membencinya! Kemanapun aku melangkah selalu ada bayang-bayang yang mengikutiku. Aku terlalu lelah dengan olok-olok ini. Yang selalu menirukan setiap gerakan tanpa pernah terlambat sedetik pun. Aku terlalu bodoh untuk dapat menipunya. Bayang-bayang itu seolah mengetahui apa yang aku pikirkan dan apa yang akan kuperbuat."
"Maafkan aku nona. Jika itu yang engkau takutkan. Aku tak bisa melakukannya. "
***
Pemuda itu diam sejenak.
"Nona, bayang-bayang adalah milik semua orang. Milik semua benda yang ada di dunia ini. Lihatlah tanah ini. Lihatkah bayang-bayang ini. Ini adalah bayang-bayang puri yang kauhuni. Ketahuilah! Purimu yang megah ini tetap kokoh di tempatnya. Namun demikian, pagi tadi bayang-bayangnya ada di sebelah barat. Dan kini ia ada di timur. Nona, kita semua selalu saja memiliki bayang-bayang. Meski ia berada di kegelapan. Bersembunyi tanpa ada cahaya yang mampu menyentuhnya. Lihatlah aku, Nona! Bisakah kau tunjukkan dimana bayang-bayangku sekarang? Kini aku tak lagi memiliki bayang-bayang. Itu karena aku berteduh di bawah pohon besar ini. Aku dan kau Nona, masih memiliki bayang-bayang. Meski kini kita tak memilikinya. Itu karena kita berlindung di bawah bayang-bayang orang lain. Benda lain.”[]|
karya kang lejar
BalasHapusmakasih kang. dah repot2 ngetikin ulang. ini tentu jadi pelecut diriku.
BalasHapusTeruslah berkarya, buang semua sumbatan2 menulis, agar mengalir lagi seperti gerojogan sewu, ingat dulu waktu nulis dibuku kumal saja bisa banyak, sekarang di blog seindah ini disaksikan ratusan orang bahkan lebih, tunjukan pada dunia bahwa jiwa menulis kita masih hidup :)
BalasHapusSebentar ya teman2... hehehe
BalasHapus