Cerpen Agus Pribadi
Andai waktu bisa diputar kembali, Aisyah akan memilih untuk memutarnya, dan memutuskan untuk tidak mengenalnya. Ia akan memilih menunggu sang pujaan hati meminangnya. Meski harus menunggu ribuan tahun lamanya.
Namun, waktu terus bergulir ke depan. Aisyah dihadapkan dua pilihan. Menerima Anton yang serius ingin meminangnya. Atau menerima Rafli yang sudah tidak asing lagi baginya. Seperti angin yang datang berhembus meneduhkan hati, kedatangan Rafli begitu tiba-tiba.
“Tuhan, berilah hamba pilihan jodoh yang tepat menurut-Mu. Terus terang hamba bingung memilihnya. Keduanya lelaki yang baik menurut hamba,” ucap Aisyah usai Shalat Istikharah.
Rafli merupakan teman Aisyah semasa kuliah. Mereka bersahabat sejak awal masuk kuliah sampai sama-sama wisuda. Mereka sama-sama aktif di organisasi dakwah kampus. Dalam pandangan Aisyah, Rafli sosok yang tegas dan bijaksana serta selalu berpegang teguh meniti jalan-Nya.
Aisyah hanya mampu menahan dan menepis rasa. Rafli tak pernah mengajaknya untuk menikah. Sebuah ajakan yang selalu ditunggu-tunggu Aisyah. Sampai dirinya dan Rafli sama-sama wisuda. Mereka berpisah. Aisyah tetap di Purwokerto, kota dimana ia dilahirkan sekaligus mengenyam pendidikan sampai wisuda. Sedangkan Rafli melanjutkan kuliah S2 di Solo. Tak ada komunikasi diantara mereka. Aisyah bekerja sebagai guru di sebuah sekolah swasta.
Empat tahun lebih belum mampu menghapuskan rasa Aisyah pada Rafli. Ia kerap terbayang saat pemuda gagah itu menjadi pembicara di kampus. Rafli begitu berwibawa dan selalu didatangi banyak mahasiswa yang ingin menimba ilmu agama.
Saat awal Aisyah menjadi guru, ia kenal dengan Anton yang juga mengajar di sekolah yang sama. Anton berasal dari keluarga guru. Kedua orangtuanya sama-sama guru. Anton mulai simpati pada Aisyah, meski ia baru mengenalnya beberapa bulan. Anton simpati pada Aisyah. Seorang gadis berjilbab besar yang sopan, lembut, cerdas, dan shalehah.
Anton seorang pemuda jujur dan sopan. Dalam suatu kesempatan ia mengutarakan maksud hatinya pada Aisyah.
“Maukah kau menjadi istriku?” ucap Anton.
“Aku belum bisa menjawabnya sekarang. Beri aku waktu,” jawab Aisyah dengan pandangan tertunduk.
“Aku akan tetap menunggu jawabmu meski seribu tahun lagi.”
“Mas, serius?”
“Aku serius.”
“Aku tak bisa menjanjikan jawaban yang sesuai keinginan Mas. Tapi aku akan memilih yang terbaik menurut-Nya.”
“Aku akan menerima apapun jawabanmu.”
“Beri aku waktu seminggu untuk menemukan jawabannya.”
“Silahkan, aku akan menunggunya.”
Bayang-bayang Rafli selalu muncul di benak Aisyah. Namun Anton juga pemuda yang bertanggungjawab menurutnya. Aisyah masih teringat ucapan Rafli di suatu kesempatan tentang jodoh yang membuatnya masih berharap padanya.
“Jodoh, rezeki, dan maut sudah digariskan oleh-Nya. Tuhan telah menentukan jodoh bagi hamba-hamba-Nya. Jika memang sudah jodoh, ia akan datang. Kadang datangnya tanpa disangka-sangka. Untuk mendapatkan jodoh yang terbaik menurut-Nya, kita harus senantiasa berdoa pada Allah Subhanahu Wata’ala,” begitu pendapat Rafli ketika menjawab pertanyaan seorang mahasiswa baru dalam suatu acara kajian tentang jodoh di kampus. Aisyah juga mengikuti acara tersebut. Begitu terpatri kata-kata Rafli di hati Aisyah.
Tanpa disangka-sangka oleh Aisyah, Rafli datang menemuinya. Pemuda itu datang tatkala Aisyah sedang menemukan jawaban untuk Anton.
“Maaf jika kedatanganku kurang berkenan. Aku sengaja datang dari Solo untuk menemuimu. Jika memang kita jodoh, aku ingin meminangmu. Aku ingin membina rumah tangga yang diridhoi-Nya bersamamu,” ucap Rafli tegas di hadapan Aisyah yang tertunduk.
“Ma...maaf, aku...aku akan memikirkannya dulu. Beri aku waktu tiga hari,” jawab Aisyah gugup. Ia belum siap menerima kedatangan dan maksud hati Rafli yang begitu tiba-tiba.
Ditemani Nurul sahabatnya, Aisyah bertemu dengan Anton dan Rafli. Tepat di hari yang dijanjikan Aisyah pada Anton dan Rafli. Mereka bertemu di sebuah masjid yang megah. Masjid di lingkungan kampus dengan menara yang tinggi dan indah. Di depan masjid terdapat halaman yang tertata rapi, tempat bermain anak-anak yang mengaji di masjid itu.
“Sebelumnya, aku meminta maaf jika jawabanku nanti tidak sesuai dengan harapan kalian,” ucap Aisyah dengan pandangan tertunduk. Nurul duduk di sampingnya, sementara Anton dan Rafli duduk di hadapannya.
“Aku sudah melakukan Shalat Istikharah. Memohon petunjuk-Nya. Namun tak ada satupun gambar kalian dalam sholatku. Aku mohon maaf, aku tidak bisa memilih kalian berdua,” ucap Aisyah dengan airmata menetes di pipinya.
Anton menepati janjinya untuk menerima apapun keputusan Aisyah. Sementara Rafli merupakan pemuda yang tegar. Ia pun menerima keputusan itu.
Dalam perjalanan pulang dari pertemuan itu, Aisyah membonceng sepeda motor yang dikemudikan Nurul. Pada jarak tempuh sekitar lima ratus meter, di sebuah pertigaan, melintas mobil dari arah samping. Aisyah terjatuh dan tertabrak sepedamotor lain yang juga melintas dengan kecepatan tinggi. Nurul yang hanya sedikit kehilangan kendali dan bisa menguasai keadaan, menyaksikan wajah Aisyah berlumuran darah.
Aisyah melihat sosok berpakaian putih mengajaknya ke surga.
“Ikutlah denganku,” ucap sosok yang dilihat Aisyah.
“Baiklah,” jawab Aisyah dengan senyum dan wajah berseri. Aisyah pun memilih mengikuti sosok itu. []
Sumber : www.dumalana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar